(CERPEN) Kawan Perantauanku Yang Terkenal
Oleh : Kholis Kurnia Wati
Sudah hampir setahun kawan
perantauanku ini menjadi topik perbincangan seluruh masyarakat. Namanya terpampang diseluruh pojok kota.
Menghiasi banner-banner kecil hingga besar. Populer di media sosial hingga nama
dan juga gambar dirinya menghiasi istana kepresidenan. Sungguh benar-benar
populerkan dia?
Menjadi populer juga pasti ada juga yang membenci bukan? Begitu juga dengan kawan perantauanku yang
popular ini. Banyak sekali yang membencinya bahkan menghindarinya. Dengan
alasan yang tak masuk akal. Mereka sudah muak dengan kawanku yang memenuhi
penjuru kota dan media sosialnya. Sebegitu terkenalkan
kawanku ini?
Ia sering muncul di kolom berita
hingga menjadi headline hot pada media massa terutama koran. Namanya tercetak
jelas, besar dan menggunakan huruf kapital. Ia bahkan mengalahkan selebritis
internasional. Namanya menjadi trending akhir-akhir ini. Menjadi berita utama
di CNN, wawancara dengan Mata Najwa hingga masuk portal berita internasional.
Ia bolak-balik masuk dalam hot news
situs berita online. Wawancara sana-sini dan terus menebar pesona
menjijikannya. Terkadang tersenyum lebar, kadang tersenyum mengerikkan hingga
menjadi monster menakutkan. Tidak. Itu bukanlah hasil pemotretannya menjadi
model ataupun iklan komersial. Itu adalah hasil dari editan-editan maupun
gambar oleh para manusia yang membencinya. Dia memang banyak mendapatkan ujaran
kebencian dari publik. Tapi bukankah begitu kehidupan seseorang yang popular?
Ia berkali-kali mendapat kiriman
yang tidak mengenakan hingga banyak pesan yang akan membunuhnya.
Manusia-manusia itu bahkan menciptakan obat agar membuatnya mati secara perlahan.
Bukankah itu terlalu keterlaluan? Mereka membuat alcohol yang bisa saja
membakar tubuhnya.
Dia sudah tidak memiliki keluarga
maupun sanak saudara lagi di negeri seberang. Sebab manusia-manusia di negeri
seberang pun tak menginginkan kawanku dan sanak saudaranya tinggal di negeri
seberang. Itulah yang membuatnya merantau jauh hingga menjadi sosok terkenal
mengalahkan seluruh selebritis seantero ibukota. Keluarga maupun sanak
saudaranya pun sebenarnya juga pergi merantau. Namun, karena kalang kabut
akibat pengusiran dari negara seberang mereka terpisah-pisah menaiki angin
hingga pergi ke negara entah berantah. Terakhirkali ia berkabar dengan sepupunya yang berada di
Amerika Serikat.
Ia juga
mengalami depresi akibat ujaran kebencian dari publik terhadapnya. Maka setiap
malam ia akan pergi berkendara dengan angin mencari kekasih yang bisa diajaknya
bercinta. Berkali-kali bahkan ia terlihat membawa kekasih-kekasih satu malamnya
ke tempatku hanya untuk bercinta. Entah sudah berapa banyak kekasihnya kini.
Dia memang proplayer dalam hal ini. Tidak mengejutkan jika banyak anak-anak
yang terlahir karena kegiatan bercintanya dengan kekasih-kekasih gelapnya.
Banyak yang menelponnya setiap pagi hanya untuk mengucapkan selamat pagi. Atau
mendengar suara berisik bayi menangis.
Namun,
hal tersebut malah menjadikan publik geram. Dan terus mengirimkannya banner
peringatan agar ia tidak berulah dan kembali ke tempat asalnya. Oh, iya.
Bagaimana cara ia kembali, jika negara asalnya saja telah mengusirnya. Membuat
batasan-batasan terhadap kehadirannya. Membuat segala cara agar ia pergi dari
sana. Mendirikan perangai-perangai disekitar perbatasan agar ia tak kembali.
Memberikan peringatan keras dan membuat vaksin agar ia dapat terbunuh.
“Apa aku akan terus populer seperti setahun belakangan
ini?“ tanyanya ikut duduk bersamaku dibalkon kamar.
“Entahlah, Kukira kuartal kedua tahun 2021 manusia akan
semakin menggila untuk menerormu.“ Ucapku seraya menyesap kopiku yang sedikit
mendingin.
“Mana bisa begitu!?“ kesalnya tangannya melayang ke arah pundakku. Dengan segera aku menjauh
darinya dan menatapnya tajam.
“Jangan menyentuhku!“ sentakku. Ia kemudian tersenyum
hambar dan kembali menuju teralis pembatas balkon.
“kau sama saja dengan manusia-manusia itu.” Ujarnya
terdengar sendu. Dengan wajah mengerikannya itu terlihat seperti kain pel
kotor.
“Aku sudah berbaik hati membiarkanmu tinggal. Dan itu
menyebabkanku tidak bisa keluar dari apartemen pengap ini.“ Ujarku sarkas.
Masuk kembali ke kamar hampa itu.
Memang
benar, semenjak aku berteman dengan kawan perantauanku ini aku menjadi dijauhi
teman-teman dan orang disekitarku. Membuatku harus selalu tinggal di apartemen
pengap. Tidak boleh berinteraksi dengan siapapun bahkan harus tinggal di tempat
tidurmu. Empatbelas hari harus bertahan dengan selang oksigen dan hanya bisa
melihat dunia luar melalui gawai yang super canggih. Itu sangat membosankan.
Terlepas dari ancaman pembunuhan kawanku oleh seluruh umat manusia, yang paling
bosan ku dengarkan adalah ucapan manusia-manusia itu yang seakan jijik padaku.
Mereka selalu menjauhiku. Untuk mengirimiku makanan saja mereka harus
berpakaian seperti astronot dan menggunakan teropong tebal dan juga kacamata
renang. Aneh! Ya, mereka mengatakan hal itu karena aku berteman dekat dengan
kawan perantauanku ini.
“Ah... dia positif?“
Lamongan, 5 Februari 2021
Komentar
Posting Komentar